Allah SWT mendidik manusia mukmin agar cerdas mengelola urusan ukhrowi dan tidak terjebak dalam kesibukan duniawi yang merugikan.

Hidayah Al-Qur’an surah Al-Munāfiqūn ayat 9

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Tafsir tahlili ayat tersebut sebagai berikut.
Allah SWT mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya. Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah riwayat:

فَاعْمَلْ عَمَلَ امْرِئٍ يَظُنُّ أَنْ لاَ يَمُوْتَ أَبَدًا وَاحْذَرْحَذْراً يَخْشَى أَنْ يَمُوْتَ غَدًا. (رواه البيهقى عن عبد الله بن عمرو بن العاص)

Beramallah (amalan duniawi) seperti amalan seseorang yang mengira bahwa ia tidak akan meninggal selama-lamanya. Namun, waspadalah seperti kewaspadaan seseorang yang akan meninggal besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Ibnu ‘Amru bin al-‘Ās);Dalam hadis lain, Nabi bersabda:

لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِاۤخِرَتِهِ وَلاَ اۤخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَا جَمِيْعًا فَإِنَّ الدُّنْيَا بَلاَغٌ اِلَى اْلاۤخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا كَلاًّ عَلَى النَّاسِ. (رواه ابن عساكر عن انس بن مالك)

Bukanlah orang yang terbaik di antara kamu seseorang yang meninggalkan (kepentingan) dunianya karena akhirat, dan sebaliknya meninggalkan (kepentingan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia mendapatkan (bagian) keduanya sekaligus, ini dikarenakan kehidupan dunia merupakan wasilah yang menyampaikan ke kehidupan akhirat dan janganlah kamu menjadi beban terhadap orang lain. (Riwayat Ibnu ‘Asakir dari Anas bin Malik); Di sinilah letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya bersifat materialistis, yang semua pikiran dan usahanya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang Yahudi. Islam juga agama yang tidak membenarkan umatnya hanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani. Allah berfirman:

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. (al-A‘raf/7: 31);Firman Allah:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللّٰهِ الَّتِيْٓ اَخْرَجَ لِعِبَادِهٖ وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? (al-A‘raf/7: 32); Allah menegaskan pada akhir ayat 9 ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang fana dan hilang lenyap.

Dari kajian tafsir Al-Qur’an ini kita bisa mengambil nilai-nilai pendidikan menjaga harmoni dan keseimbangan kepentingan ukhrowi dan duniawi supaya terhindar dari kerugian. Allah SWT mendidik manusia mukmin agar dzikrullah, selalu mengingat Allah SWT dengan segala konsekwensinya yakni menjalankan segala perintah Allah SWT harus menjadi prioritas utama. Ia tidak boleh diabaikan manusia karena kesibukan manusia mengurus harta benda dan anak-anak serta urusan duniawi lainnya. Justru harta benda dan anak (keluarga) seharusnya dijadikan wasilah dan jembatan beribadah untuk mencapai ridlo Allah SWT. Dengan demikian manusia mukmin mampu mengelola harta dan keluarga untuk tujuan ukhrowi sejalan dengan memperkuat dzikrullah dalam setiap tarikan nafas kehidupannya.

والله المستعان و اعلم.
اللهم ارحمنا بالقران الكريم

 

I’dad: Ismail SM, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.
———-
Sumber: Al-Qur’an dan Tafsirnya, Kementerian Agama RI.