Rabu (17/2) menjadi hari yang bersejarah bagi Desi Susanti. Tidaklah berlebihan jika dikatakan demikian karena tepat pada tanggal tersebut ia resmi dilantik oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., sebagai lulusan terbaik dari 1157 mahasiswa UIN Walisongo pada Prosesi Wisuda UIN Walisongo Semarang Periode Februari 2021.

Tak pernah menyangka sebelumnya jika gelar sebagai lulusan terbaik akan tersemat dan menjadi persembahan terindah untuk sang Bapak yang menggantungkan hidupnya sebagai buruh sopir dan sang Ibu yang telah berpulang. Sungguh rasa syukur tak terkira ia panjatkan atas karunia Allah. Diungkapkan oleh Desi Susanti, kesuksesan yang diraih bukan semata jerih payahnya selama jauh dari keluarganya di Kediri untuk tholabul ilmi. Namun, di sana juga ada jejak-jejak doa dan dukungan yang enggan terputus dari orang-orang tercinta yang selalu menguatkannya di masa-masa sulit.

Anak ketiga dari tiga bersaudara ini memilih Matematika sebagai mata pelajaran favoritnya sejak duduk di bangku MTs. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mendaftar pada kampus impiannya yaitu Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Walisongo Semarang. Pertama kali menyandang status sebagai mahasiswa UIN Walisongo, ia memutuskan untuk tinggal di Ma’had Walisongo dengan pertimbangan keamanan dan terhidar dari pergaulan bebas apalagi hidup di Semarang yang merupakan kota besar. Selama lebih kurang 3,5 tahun, Desi mengabdikan diri di ma’had Walisongo hingga awal semester delapan ia memutuskan pindah ke Pesantren Fadhlul Fadhlan.

Foto: Desi Susanti, S.Pd. bersama Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Wakil Dekan I, dan lulusan terbaik Universitas dari Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

Diakui Desi, awal menjadi mahasiswa UIN Walisongo Semarang, mahasiswi yang hobi mendengarkan sholawat ini termasuk mahasiswi biasa yang hanya fokus dalam studi dan kegiatan di ma’had. Keorganisasian yang sejatinya sebagai penunjang keaktifan mahasiswa sepertinya daya magnetnya belum mampu menggerakkan semangat Desi untuk menekuni bidang penunjang akademik tersebut. Semester tiga ia mulai mengubah mindsetnya. Ia mulai berani menunjukkan kemampuannya dengan berpartisipasi dalam Ajang Pemilihan Duta Matematika yang diselenggarakan oleh HMJ Matematika. Diluar dugaannya ia bahkan berhasil mencatatkan namanya sebagai Duta Terbaik Matematika pada tahun 2017. Ajang tersebut seperti menjadi titik balik semangatnya untuk senantiasa mengukir prestasi, diantaranya berhasil menjuarai lomba Dai yang diselenggarakan oleh UKM Risalah. Torehan prestasi lainnya adalah ketika ia menjadi delegasi fakultas untuk mengikuti ON-MIPA tingkat Jawa Tengah di Purwokerto. Lantas pada tahun 2018 ia memperpanjang catatan keaktifannya sebagai anggota Gen BI, yaitu wadah perkumpulan penerima beasiswa dari Bank Indonesia.

Menjadi putri dari orang tua yang hanya lulusan SD tidak membuatnya merasa rendah diri. Gadis bersenyum manis yang bercita-cita mengabdikan dirinya sebagai dosen ini memiliki semangat yang luar biasa dalam meraih mimpinya. Ia menyadari bahwa jalan untuk mencapai mimpinya tidak seperti jalan tol yang bebas hambatan. Salah satu kendala ia hadapi ketika proses penuntasan skripsi yang diakui Desi cukup berliku. Mulanya, Desi sudah mendapat ACC judul skripsi dari jurusan pada akhir semester enam. Namun, karena kurangnya motivasi internal menyebabkan skripsinya tidak berjalan seperti harapan. “Benar-benar harus dibutuhkan motivasi yang kuat untuk memulai bimbingan, menulis proposal, dan menyusun instrumen. Saya selama PPL di bulan Juli 2019 tidak pernah menyentuh skripsi sama sekali dan hal ini terjadi sampai pertengahan semester tujuh,” tuturnya.

Skripsi yang sempat ditulisnya terpaksa diabaikan beberapa saat hingga November 2019 Desi kembali aktif berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Setelah melalui serangkaian drama pergantian judul demi menghindari plagiarisme, akhirnya awal Maret 2020 mahasiswi ini selesai dalam penyusunan instrumen penelitiannya. Namun, mewabahnya Covid-19 di Indonesia mengakibatkan tertundanya penelitian yang semula direncanakan untuk dilakukan pada Maret 2020. Situasi dan kondisi yang tidak menentu menyebabkan Desi sempat berada pada titik terendah. Namun, berkat doa dan dukungan dari orang-orang terdekat ia mampu bangkit dari keterpurukan. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing, penelitian bisa dilaksanakan dengan sistem daring meskipun harus sedikit mengubah metode dan instrumen penelitian.

“Alhamdulillah, saya percaya ini semua karena doa dan berkah dari Yai saya, Yai Fadlolan. Saya percaya juga ada doa dari orang tua saya khususnya (almh) ibu yang selalu mendoakan saya jadi orang sukses. Tak lupa doa dari guru-guru saya, dosen-dosen saya, yang juga saya percaya sangat berpengaruh. Tanpa doa dari mereka, saya tidak yakin bisa memeroleh pencapaian sebesar ini,“ ungkap Desi. Ia pun meyakini bahwa kesuksesan yang ia raih yaitu sebagai lulusan terbaik dengan IPK 3,93 karena berkah mondok.  Desi Susanti bersyukur kepada Allah atas pencapaian yang luar biasa ini. Bahkan, tanpa menunggu lama saat ini ia telah diberi amanah untuk mengaplikasikan keilmuannya sebagai tenaga pengajar di MA Al Musyaffa’ Fadhlul Fadhlan. Semoga sekelumit kisah Desi Susanti dapat menginspirasi dan memotivasi para mahasiswa di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Walisongo Semarang. (Humas FST)