Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mengadakan kegiatan Pendidikan Instruktur Nasional Moderasi Beragama (PIN-MB) di Pusdiklat Kemenag RI selama lima hari sejak tanggal 27-31 Desember 2019. Dosen PTKIN se-Indonesia sebanyak 58 orang menjadi peserta mulai dari PTKIN di ujung barat yaitu UIN Ar-Raniry Banda Aceh hingga ujung timur yaitu IAIN Fattahul Muluk Papua. Dalam hal ini, Elina Lestariyanti Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo UIN Walisongo Semarang turut hadir dalam kegiatan tersebut. Selain para dosen, sebanyak 100 mahasiswa diundang pula untuk mengikuti kegiatan PIN-MB tersebut.

Ruchman Basori selaku Kepala Subdirektorat Sarana, Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menyampaikan urgensi pelaksanaan PIN-MB ditingkatan dosen dan mahasiswa untuk tangkal radikalisme di kampus-kampus Islam Negeri. Disampaikan oleh Ruchman Basori agama dan negara adalah hubungan mutualisme yang saling membutuhkan.

Kehidupan bernegara membutuhkan nilai-nilai agama sebagai pemandu serta acuan di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural.

“Cara pandang, sikap dan perilaku yang tidak berlebihan atau tidak ekstrem (moderat) adalah kunci mencapai kehidupan yang damai dalam beragama di negara Indonesia yang majemuk. Ditengah isu radikalisme yang memiliki kecenderungan meningkat, menjadi penting untuk meneguhkan kembali nilai-nilai toleran dalam beragama atau kita sebut moderasi beragama,” tegas Ruchman.

Forum dialog, diskusi dan asupan materi-materi terkait tema moderasi beragama diberikan kepada peserta secara intens, meliputi implementasi moderasi beragama, pemetaan keberagamaan di Indonesia beserta tantangannya, moderasi beragama di PTKIN, analisis sosial implementasi moderasi hingga diskusi mengenai resolusi konflik sosial keagamaan.

Disampaikan oleh Rumadi Ahmad salah satu pembicara dalam diskusi bahwa indicator keberhasilan moderasi beragama ada tiga yaitu komitmen bernegara, toleransi dan anti-radikalisme. Ketika seseorang memegang komitmen bernegara maka dapat dipastikan nilai toleransi dapat dipupuk dan pasti jauh dari sikap radikalisme.

“Indonesia tidak mewarisi tradisi penyebaran agama melalui kekerasan sehingga tidak ada alasan bagi seorang Indonesia menyimpan memori balas dendam kepada pemeluk agama yang berbeda.

Sebaliknya, Indonesia mewarisi modal social kuat sebagai daya tangkal menghadapi radikalisme yaitu karakter khas Indonesia yang moderat, toleran, unggah ungguh, tepo seliro; sejarah penyebaran agama secara damai oleh para leluhur bangsa serta cara memahami agama dengan tidak mempertentangkan agama dengan kebudayaan dan kebangsaan” imbuh Rumadi menguatkan.

K.H Adnan Anwar juga menegaskan perlunya Bangsa Indonesia memperteguh cinta tanah air melalui sikap toleran dan laku moderat dalam beragama. Kesan yang sama dirasakan oleh Elina selama mengikuti PIN-MB yaitu semakin tergugah kesadaran bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai andil besar menjaga keutuhan NKRI lewat hal yang seringkali dianggap sepele oleh sebagian besar orang yaitu, toleran.

Kegiatan PIN-MB ditutup dengan evaluasi program dan penyusunan rencana tindak lanjut oleh para peserta dosen untuk dilaksanakan di masing-masing unit kerjanya di PTKIN. Diantara RTL yang dihasilkan adalah berkaitan dengan program serta kegiatan di ranah advokasi, konseling, penelitian dan pengabdian masyarakat yang menekankan pada perspektif moderasi beragama yang dikemas dalam bentuk rumah moderasi beragama.

[Tim Humas FST]