Kedatangan Ruswan, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi dalam rangka mengunjungi Bank Sampah mahasiswa biologi pada kamis pagi (31/03) tidak hanya dihadiri oleh Mahasiswa, Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Biologi, tetapi juga turut dihadiri seorang Dosen Bidang Mikrobiologi Lingkungan, Muhammad Iqbal Filayani.

Setelah diwawancara lebih lanjut, Iqbal, sapaan akrabnya, mengaku meneliti satu spesies bakteri yang dapat menguraikan sampah plastik lebih cepat dari bakteri yang diketahui selama ini. “Jika bakteri yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat menguraikan plastik 0,01% dalam 10 tahun, bakteri yang saya teliti bisa sampai 8%,” ujarnya. Ketika menyinggung mengenai nama ilmiah bakterinya, ia memilih baru akan menyampaikan nama spesies bakteri tersebut setelah kedepan termuat di jurnal internasional.

Iqbal bercerita singkat tentang penelitiannya yang bermula dari informasi keberadaan bakteri pengurai minyak bumi di kalimantan. Bakteri itu dapat hidup dan melakukan penguraian minyak bumi yang mencemari lingkungan. Dengan berdasar pengetahuan bahwa plastik juga berbahan asal minyak bumi, maka ia meneliti bakteri tersebut. Dengan mengambil sampel pada oil sludge lumpur kalimantan dari PT FICU Indonesia, ia dapat mengisolasi dan menyimpan bakteri aerob jenis batang gram negatif yang ditelitinya. “Saya ambil dari situ, dan berhasil. Alhamdulillah,” tuturnya.

Persoalan sampah plastik memang telah menjadi masalah global. Menurut sebuah penelitian yang dimuat Suara Merdeka (31/01), Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik di lautan terbesar kedua setelah Taiwan. Sebanyak 1 milliar ton plastik yang terbuat dari polietilen, sebuah senyawa turunan dari minyak bumi, diproduksi manusia setiap tiga tahun.

 Iqbal mengaku berfokus pada plastik polietilen karena plastik jenis tersebut paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengatakan bahwa sebenarnya semua sampah plastik dapat di daur ulang, namun karena ada faktor-faktor tertentu  menyebabkan hal tersebut bukan pilihan yang baik. “Cara yang paling aman yaitu menggunakan biodegradasi,” tutur dosen lulusan Universitas Airlangga Surabaya tersebut. (Ery)