Semarang-(12/12/2019) Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) UIN Walisongo Mengadakan Riyadloh Ruhaniah bagi mahasiswa dengan tema “Zuhud bagi Mahasiswa Milenial: Mungkinkah?”. Acara ini dilaksankan di Masjid Al Fitroh kampus 2 UIN Walisongo Semarang. Acara riyadloh ruhaniah ini dihadiri oleh 150 mahasiswa pendidikan di fakultas saintek dari semester 1 sampai semester 5. Adapun guru pembimbing dalam riyadloh ruhaniah adalah Dr. KH. Abdul Muhayya, M.A., dan Dr. H. Ismail, M.Ag.
“Riyadloh ruhaniah ini dilaksanakan dengan latar belakang era milenial yang serba instan dan dipenuhi dengan hingar bingar dunia jika tidak ada benteng spiritual berpotensi menjadikan mahasiswa jauh dari Rabb-Nya, sehingga acara ini sangat penting diselenggarakan” Tutur Ismail selaku Dekan Fakultas Saintek. Acara dimulai dengan dzikir bersama membaca Asmaul Husna dan shalawat Nabi. Selanjutnya pemaparan tentang zuhud dan penerapannya. Sering terjadi kekeliruan ketika orang memahami zuhud sebagai sikap hidup yang meninggalkan kehidupan duniawi secara total demi mengejar akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan sosial sekitarnya. Dr. KH. Abdul Muhayya mencoba meluruskan pandangan keliru ini. Menurutnya, zuhud model itu hanya akan membawa orang pada kondisi keterasingan (alienasi). Padahal konsep zuhud adalah dimana kita melepaskan sesuatu yang sekiranya tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat. Orang Berzuhud boleh tetap memiliki harta benda, namun hatinya tidak tergantung dan terlalu mencintainya. Zuhud tidak meninggalkan harta kekayaan, tapi juga tidak tamak mengejarnya, dan tidak pula menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Orang zuhud senantiasa mewaspadai bahaya yang timbul akibat salah menggunakan harta, karena memegang harta kekayaan ibarat memegang bara api yang bisa membakar dirinya sendiri. Kaum sufi memandang bahwa dengan harta kekayaan itu, seorang pemiliknya sangat riskan terhadap ujian untuk berbuat kejahatan atau maksiat dengan harta yag dimilikinya itu.
Riyadloh ruhaniah ini menjadi penting untuk mahasiswa karena era milenial ini menjadikan mahasiswa mempunyai kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual Islamy. Dalam urusan apapun konsep zuhud ini sudah sepantasnya menjiwai sikap dan prilaku mahasiswa. “ketika manusia mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, mengambil secukupnya dan tidak terpukau oleh gemerlapnya dunia meskipun dunia berada di tangannya, maka dialah yang disebut dengan berzuhud di Era Milenial” Tutur Muhayya.
Konsep zuhud seperti itu sangat cocok diterapkan pada kondisi zaman sekarang ini, karena pada kehidupan modern kali ini tidak mungkin seseorang melakukan zuhud yang meninggalkan kehidupan dunia secara total karena ia memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul serta diperlukan interaksi sosial dengan lingkungan sekitarnya serta dunia global. Alhasil, konsep zuhud yang ditawarkan sangat kontekstual utk diterapkan masa kini. Dengan demikian zuhud di era Milenial adalah mereka yang mampu menciptakan keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Ia sama sekali tidak gembira karena mendapatkan dunia dan tidak bersedih karena kehilangan dunia. Sehingga apapun yang dilakukan di dunia ini adalah ladang amal untuk kehidupan akhirat.
Acara berlangsung khidmat dan dikahiri dengan sesi pertanyaan oleh mahasiswa. Dalam acara ini Muhayya berpesan bahwa apapun jalan yang telah dipilih maka harus disertai niat semata-mata karena Allah SWT sehingga orang yang menerapkan konsep zuhud dalam hidupnya tidak akan pernah stress. Apapun yang dilakukan di dunia ini adalah semata-mata untuk pengabdian atau ibadah untuk mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Puncak dari berzuhud adalah meraih sa’adah di dunia dan akhirat.
Ismail pada akhir riyadloh Ruhaniah ini menggaris bawahi, bahwa dalam konteks kekinian di era milenial, bagi generasi milenial termasuk mahasiswa, memahami menghayati dan menerapkan maqomat (taubat, wars’, sabar, faqir, Zuhud, tawakkal, mahabbah, ma’rifah, Ridha) dapat menjadi pemandu mahasiswa di tengah mengkaji berbagai bidang sains dan teknologi sehingga pada akhirnya ilmu yang diperoleh membawa kemaslahatan bagi ummat manusia dan peradaban. Lebih dari itu mahasiswa memiliki hati bersih, yang selamat, qolbun saliim, menghayati hakikat hidup sa’adah, bahagia dunia akhirat dalam ridla Sang Maha Rahman rahim.
(Humas FST/ Ella)