Isra’ dan Mi’raj merupakan mukjizat (umurun khariqatun Lil-‘adah) yang atas iradah dan qudrah Allah SWT dianugerahkan kepada kekasih pilihan-Nya, Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Setiap orang mukmin wajib mengimani peristiwa agung Isra’ dan Mi’raj ini dengan matahati (bashirah).
Berikut ini kajian tafsir Al-Qur’an Surat An-Najm yang memiliki relevansi dengan fenomena spiritual transendental Ilahiyyah ini.
Hidayah Al-Qur’an surah An-Najm ayat 11-18

مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَاٰى

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.

TAFSIR TAHLILI
(11) Ayat ini menerangkan bahwa kebanyakan manusia menyangka bahwa ia telah menggambarkan apa yang dilihatnya, padahal hatinya belum yakin terhadap apa yang telah ia lihat, tidak demikian penglihatan dan keyakinan Nabi Muhammad SAW terhadap Jibril meskipun kedatangannya kepada Nabi Muhammad SAW kerap kali berbeda bentuknya, karena Nabi Muhammad SAW telah mengetahui bentuk yang aslinya.
Karena Allah SWT menguatkan keterangan bahwa kedatangan Malaikat Jibril menyamar dalam bentuk seorang sahabat yang bernama Dihyah al-Kalbi tidaklah menghilangkan ciri-cirinya karena Nabi Muhammad SAW pernah melihat bentuknya yang asli sebelum itu, yaitu di Gua Hira ketika menerima wahyu pertama, walaupun kemudian Jibril menampakkan diri lagi dengan rupa yang lain.

اَفَتُمٰرُوْنَهٗ عَلٰى مَا يَرٰى

Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu?

TAFSIR TAHLILI
(12) Dalam ayat ini, Allah SWT bertanya apakah orang-orang Quraisy akan mendustakan dan membantah Nabi Muhammad SAW mengenai bentuk Malaikat Jibril yang telah pernah dilihat Nabi Muhammad SAW dengan mata kepalanya sendiri.

وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ

Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain.

عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى

(yaitu) di Sidratul Muntaha.

TAFSIR TAHLILI
(13-14) Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mi‘raj ke Sidratul Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat.
Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:

وَاَنَّ اِلٰى رَبِّكَ الْمُنْتَهٰىۙ ٤٢

Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an- Najm/53: 42); Setiap Mukmin wajib mempercayai bahwa Sidratul Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam ayat-Nya. Tetapi ia tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad SAW yang; menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya.
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, at-Tirmizi, dan lain-lainnya bahwa Sidratul Muntaha itu ada di langit yang ketujuh.

عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ

di dekatnya ada surga tempat tinggal.

TAFSIR TAHLILI
(15) Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa di tempat itulah (di dekat Sidratul Muntaha) letak surga. Ia merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang takwa dan orang-orang yang mati syahid.

اِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشٰىۙ

(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.

TAFSIR TAHLILI
(16) Selanjutnya dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwasannya Nabi Muhammad SAW melihat Jibril di Sidratul Muntaha itu ketika Sidratul Muntaha tertutup oleh suasana yang menandakan kebesaran Allah berupa sinar-sinar yang indah dan malaikat-malaikat.
Al-Qur’an tidak menerangkan dengan jelas, namun bagi kita cukuplah penjelasan yang demikian, tidak menambah atau menguranginya, bila tidak ada dalil yang jelas yang menerangkannya. Seandainya ada manfaatnya untuk dijelaskan niscaya hal itu dijelaskan oleh Allah SWT.

مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى

penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.

TAFSIR TAHLILI
(17) Kemudian dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tatkala Rasulullah SAW melihat Jibril di sana, ia tidak berpaling dari memandang semua keajaiban Sidratul Muntaha sesuai dengan apa yang telah diizinkan Allah kepadanya untuk dilihat. Dan ia tidak pula melampaui batas kecuali apa yang telah diizinkan kepadanya.

لَقَدْ رَاٰى مِنْ اٰيٰتِ رَبِّهِ الْكُبْرٰى

Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.

TAFSIR TAHLILI
(18) Ayat ini menerangkan bahwa dengan melihat Sidratul Muntaha, berarti Nabi Muhammad SAW telah melihat sebagian tanda-tanda kebesaran Allah yang merupakan keajaiban dari kekuasaan-Nya.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain bahwa saat itu Nabi Muhammad SAW melihat suatu lambaian hijau dari surga yang memenuhi ufuk (arah pandangan).
Maka hendaklah kita tidak membatasi apa yang telah dilihat oleh Nabi Muhammad SAW dengan mata kepalanya, setelah diterangkan secara samar-samar dalam Al-Qur’an tentang hal itu. Yang jelas ialah bahwa Nabi Muhammad SAW telah melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang tidak terbatas.

والله المستعان واعلم.

I’dad: Ismail SM
Sumber: Tafsir Al-Qur’an Kemenag RI.